Ketertiban Lalu Lintas Warga Yogyakarta

AM
4 min readJan 15, 2019

Sebagai seseorang yang pernah tinggal di Jakarta selama 3 tahun (plus 19 tahun sebagai warga Bogor dan Depok), saya paham betul akan ruwetnya Jakarta dan sekitarnya. Salah satu hal yang paling saya benci adalah ketidaktertiban warga Jakarta dalam berlalu lintas. Tidak tertib ini jelas lahir dari macetnya kota Jakarta, sedangkan macetnya lahir dari panjang jalanan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan. Padahal menurut saya, ada banyak faktor yang membuat Jakarta menjadi macet yang bisa diminimalisir oleh individu masing-masing.

Pada dasarnya, macet ini banyak terjadi karena adanya penurunan kecepatan mendadak. Ini pun memiliki teori yang disebut traffic wave.

( https://en.wikipedia.org/wiki/Traffic_wave )

Secara sederhana, deselerasi mendadak dilakukan oleh satu kendaraan yang berbuntut pada macet di kendaraan-kendaraan di belakangnya, seperti gelombang, karena satu kendaraan, semua jalur bisa terkena akibatnya. Penyebab orang mengerem mendadak pun bermacam-macam, untuk kasus di Indonesia, penyebabnya bisa motor, pejalan kaki, gerobak makanan, kendaraan umum ngetem, kendaraan pribadi menaikkan menurunkan penumpang seenaknya, pindah jalur mendadak, parkir liar, putaran balik, konvoi polisi dan VIP yang lewat 5 menit sekali dan masih banyak lagi.

Semua hal ini dapat diminalisir dengan satu hal: Tertib di jalanan.

Tugu Yogyakarta

Selama 2 tahun terakhir saya tinggal di kota Yogyakarta dan saya merasakan sebuah angin perubahan dalam berlalu lintas. Dimana warga Yogyakarta, secara umum adalah orang-orang yang sangat mematuhi aturan lalu lintas. Tentu ini tidak berlaku 100% semua orang Jogja pasti patuh lalu lintas, namun secara umum saya berani berkata jika Kota Jogja adalah salah satu kota di Indonesia dengan lalu lintas paling tertib.

Alasannya? Saya berikan dua alasan:

1. Mau Mengalah

Di Jogja, orang lain mau mengalah untuk anda. Anda hendak masuk jalur, akan ada kendaraan yang berhenti untuk memberi anda jalan. Terkesan sederhana, tapi dengan memberikan jalan, mobil pun akan cenderung tidak berhenti mendadak (deselerasi konstan) dan mobil belakang anda pun akan memiliki waktu reaksi yang cukup untuk berhenti secara berkala juga, sehingga menghindari berhenti mendadak yang dapat mengakibatkan traffic wave.

Untuk yang paham kota Jogja, bayangkan jalan Selokan Mataram. Itu adalah ruas jalan penuh persimpangan tanpa lampu lalu lintas. Seringkali saya lewat situ banyak orang memberikan jalan agar yang lainnya bisa lewat dan lalu lintas lebih mengalir.

2. Sesuai Jalur

Simpang Pingit Kota Yogyakarta

Semua orang menggunakan jalur seperti seharusnya. Jalur kanan ya untuk orang yang mau berbelok ke kanan, jalur tengah untuk yang lurus dan jalur kiri untuk yang mau berbelok ke kiri. Dan di persimpangan yang memiliki aturan Belok Kiri Boleh Langsung (Bekibolang), maka jalur kiri akan dikosongkan oleh pengendara seperti gambar diatas.

Di Jakarta, jalur bekibolang, bisa diisi oleh mobil yang akan belok ke kanan. Memotong 2 jalur saat persimpangan hanya karena jalur paling kiri antriannya paling pendek. Tentu ini solusi lebih lancar untuk dia namun menyusahkan semua orang selain dia. Dan juga membuat alur lalu lintas semakin terhambat.

Secara umum, lalu lintas di Jogja memang lebih tertib dan tenang, tidak banyak orang yang mengebut, semua orang kalem, dan tidak penuh emosi (paling sering adalah emosi karena saking santainya orang-orang Jogja, banyak kendaraan hanya berkecepatan 20–30 km/h di jalan utama kota). Lebih baik jalan secara konstan di kecepatan 30–40 km/h selama 1 menit daripada melaju 70 km/h selama 10 detik lalu berhenti total selama 50 detik.

Tujuan tertib lalu lintas adalah menjaga lalu lintas terus mengalir untuk kepentingan semua orang, bukan hanya cepat sampai untuk 1–2 orang.

Kesimpulannya, ini jelas tidak bisa memukul rata semua orang Jogja, keadaan ini ada karena mayoritas orang patuh lalu lintas. Orang Jogja juga kalo disuruh berkendara di Jakarta selama 2 minggu juga pasti jadi kampret di jalan. Orang Jakarta juga disuruh berkendara selama 2 minggu di Jogja juga pasti jadi malu melanggar dan akan patuh aturan. Untuk adilnya memang lalu lintas di Jogja tidak separah di Jakarta, karena parahnya lalu lintas ini lah yang mendorong orang untuk menjadi tidak tertib.

Jika kita bisa memulai tertib dari diri sendiri, maka kita sudah berkontribusi untuk membuat jalanan menjadi lebih lancar.

Ada sebuah anekdot lucu di Jogja, jika anda melihat kendaraan tidak tertib berlalu lintas, kemungkinan besar kendaraan itu memiliki plat dari luar Jogja. Kalo ada klakson terdengar di jalanan, maka orang Jogja akan beranggapan:

pasti bukan orang Jogja.

Dan biasanya benar.

Video penjelasan lebih lengkap mengenai traffic wave:

--

--

AM

Full-time professional. Part-time volunteer. Part-time social phenomenon observer.