Inkonsistensi Penegakan Hukum

AM
3 min readOct 16, 2018
“red and white flag under blue sky during daytime” by Nick Agus Arya on Unsplash

Selama saya hidup menjadi orang Indonesia, saya selalu bingung dengan penegakan hukum di negara ini. Terkadang lucu, terkadang bikin sakit hati dan terkadang pun miris dan prihatin dengan keadaannya. Keadaannya pun tidak dapat kita tebak, maupun kita duga. Hingga akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan sederhana, yaitu:

Inkonsistensi.

Atau tidak konsisten. Atau nggak konsisten.

Untuk dapat memahaminya dengan sederhana, bayangkanlah situasi ini. Anda sedang mengemudikan kendaraan anda di kota Jakarta. Anda berkendara dengan santai, hingga anda tiba di persimpangan. Di persimpangan ini, tujuan anda di sebelah kiri, lalu anda menyalakan lampu belok, dan berusaha pindah lajur ke sebelah kiri agar dapat berbelok ke kiri. Lalu terdengar suara peluit. Polisi. Dan anda rupanya melakukan kesalahan dan ditilang. Karena anda berpindah jalur di marka jalur yang tidak putus-putus.

Yang anda pikirkan pastinya adalah: SEJAK KAPAN ATURAN GARIS MARKA JALAN ITU HARUS KITA PATUHI DI INDONESIA??

Saya pernah berada di situasi ini. Dari hampir 10 tahun saya dapat ijin mengemudi, saya pernah 4 kali ditilang di Jakarta. 1 kali karena menerobos lampu merah, 1 kali karena kawasan ganjil genap, dan 2 kali karena berpindah lajur di marka jalur tidak putus-putus. Konyol, bukan? Tapi itulah kenyataannya. Yang anda rasakan mungkin 2 hal:

1. Jengkel

Karena anda melanggar dan harus membayar denda/menerima konsekuensi.

2. Marah

Karena anda lewat situ kemarin, melakukan pelanggaran yang sama namun tidak ditindak. Atau 10 menit setelah anda, ada orang yang melakukan pelanggaran yang persis sama namun tidak ditindak seperti anda.

Saat kita ditilang dan diberitahu kesalahannya, tentu jelas sebenarnya kita sadar kita salah dan melanggar, namun tidak mau menerima. Sehingga pembelaan kita biasanya akan jatuh ke:

“itu dia juga ngelanggar pak”

“saya kemaren lewat sini gak apa-apa pak”

“biasanya juga boleh bu”

Inilah inkonsistensi.

“motorcycles and vehicles on road at daytime” by Fikri Rasyid on Unsplash

Saya jujur tidak masalah ditilang dan didenda, dengan catatan, jika ada yang melanggar seperti saya, dia juga harus dihukum seperti saya. Yang membuat emosi adalah saat kita ditilang namun orang lain dengan kesalahan yang sama tidak ditilang (Ini terjadi saat saya ditilang, ada yang melanggar kesalahan yang sama namun tidak ditindak karena polisinya lagi sibuk menilang saya).

Banyak alasan mengapa orang lain itu tidak ditilang. Saya tidak peduli alasannya. Sebagai warga hukum dari sebuah negara, semua orang dapat ditindak. Entah siapapun dia. Mau dia polisi, jenderal, pengusaha, penjaja makanan, karyawan, driver ojek daring, atau bahkan presiden, siapapun dia, jika melakukan kesalahan maka harus ditindak dan diadili sesuai aturan yang berlaku.

Mudah untuk dilihat jika hukum di Indonesia masih belum mengadili semua orang dengan adil dan sama. Ada yang diberatkan, ada yang diringankan, ada yang diloloskan, dan masih banyak lagi. Ada minoritas yang menistakan agama mayoritas ditindak berat (dan melalui proses hukum yang luar biasa cepat pula), ada mayoritas yang diduga menistakan agama minoritas namun tidak ditangani serius. Ada tersangka kasus korupsi ratusan juta rupiah yang mendapatkan hukuman pidana lebih lama dari tersangka kasus korupsi milyaran rupiah.

Belum lagi kasus-kasus melibatkan pejabat atau petinggi negara yang selalu mendapatkan kemudahan dalam prosesi hukum.

Padahal penerapan konsistensi dalam penegakan hukum akan berakibat positif pada perubahan perilaku manusia Indonesia.

Contoh saja saat Asian Games dan Asian Para Games kemarin. Dimana-mana polisi menilang pelanggar dengan sangat konsisten, hingga saat saya melewati tol dalam kota dalam keadaan macet, tidak ada seorang pun yang menggunakan bahu jalan. Sedangkan,mereka yang tinggal dan bekerja di Jakarta tentu tahu betul bahu jalan tol adalah jalur tujuan saat jalan mulai terhambat.

Ini adalah efek dari konsistensi penilangan pada semua pelanggar sehingga perilaku pun perlahan menyesuaikan. Namun tentu saja sekarang bahu jalan tol sudah kembali ramai selepas Asian Games dan Asian Para Games. Terlepas dari hal itu, jika negara ini mau maju, kita harus bisa mengadili dan menindak semua pelanggar hukum tanpa pandang bulu. Sampai hari itu datang, saya akan tetap menggunakan pembelaan andalan saya saat ditilang:

“ah bapak, macem bapak ga pernah melanggar kayak saya aja pak.”

--

--

AM

Full-time professional. Part-time volunteer. Part-time social phenomenon observer.